Direktur Eksekutif PSSI hasil Kongres Luar Biasa (PSSI-KLB) Sefdin Saifuddin menegaskan, pernyataan PSSI Djohar Arifin yang mengatakan bahwa PSSI KLB tidak diakui oleh CAS adalah pernyataan yang salah dan menyesatkan masyarakat.
“Sekjen PSSI Halim Mahfudz berulangkali memberikan keterangn kepada pers, bahwa seolah-olah PSSI meminta pengesahan kepada badan arbitrase olahraga internasional (CAS) dan permintaan itu ditolak. Semua itu tidak benar,” ujar Sefdin kepada wartawan di Jakarta, Rabu (13/2).
Hal itu dikatakan Sefdin terkait dengan pernyataan Halim Mahfudz yang berulangkali menggembar-gemborkan bahwa PSSI KLB tidak diakui oleh CAS sehingga keberadaannya tidak diakui pula.
Sefdin menegaskan, PSSI KLB Ancol tidak pernah mengajukan gugatan ke CAS dalam kasus apa pun. “Yang benar adalah empat anggota Exco dan anggota PSSI pemilik suara (voter) yang mengajukan gugatan ke CAS agar CAS melarang Kongres PSSI di Palangkaraya pada 18 Maret 2012,” ujarnya.
Namun, lanjutnya, Sefdin mengungkapkan, pada saat itu CAS tidak bisa memenuhi permintaan tersebut dan tidak memeriksa kasusnya karena kongresnya (kongres PSSI di Palangkaraya) belum berlangsung sehingga obyek sengketa belum terjadi.
“Tapi hal ini diplintir terus oleh PSSI Djohar Arifin. Kita sebenarnya tak mau menanggapi, tapi karena pernyataannya diulang-ulang, maka kami terpaksa menanggapinya. Kami tegaskan bahwa apa yang dikatakan oleh Mahfudz itu semuanya tidak benar dan kami memiliki seluruh bukti dokumen,” tegasnya.
Demikian halnya dengan pernyataan Sekjen PSSI yang mengatakan PSSI KLB tidak diakui oleh AFC maupun FIFA, Sefdin menyodorkan bukti hingga kini upaya penyelesaian kekisruhan mencantumkan unsur-unsur PSSI-KLB sejak FIFA mengeluarkan surat bertanggal 30 Maret 2012 yang ditujukan kepada PSSI yang dialamatkan kepada Sekjen PSSI (waktu itu) masih dijabat Tri Goestoro.
“Di dalam surat itu FIFA mempertanyakan kenapa ada dua kongres yang berlangsung secara bersamaan pada 18 Maret 2012 dan FIFA menyebut PSSI Djohar Arifin sudah ‘lost credibel’ (sudah tak dipercayai lagi) oleh anggotanya dan diputuskan dibentuk Task Force AFC. Dalam proses selanjutnya PSSI-KLB ikut dipanggil ke Kuala Lumpur hingga keluar MoU yang ditandatangani bersama pada 7 Juni 2012,” kata Sefdin.
“Kemudian pada 10 Desember 2012 FIFA dan AFC melihat ada dua kongres lagi, dan Presiden FIFA Sepp Blatter pun dalam keterangan persnya di Jepang pada 14 Desember mengatakan di Indonesia ada dua kompetisi, ada dua kepengurusan dan ada dua Timnas. FIFA kemudian memerintahkan kepada AFC untuk menyelesaikan,” paparnya.
Sefdin menambahkan, berdasarkan seluruh ilustrasi tersebut maka KLB di Ancol secara esensial dengan sedirinya sah karena dilaksanakan sesuai dengan tahapan sebagaimaana diatur dalam Statuta PSSI Pasal 31 ayat 2, mulai dari permintaan lebih dari dua pertiga anggota PSSI hingga terlaksananya KLB.
Sementara Task Force yang dibentuk FIFA dan melahirkan MoU di Kuala Lumpur pada 7 Juni 2012, adalah merupakan ‘roadmap’ penyelesaian kemelut sepakbola Indonesia yang berisi empat poin, dimana harus dilaksanakan Kongres dengan Voter Solo.(yr)